Mati Kemana?

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

jalan yang lurus

Saya Mati Kemana?

Salah satu pertanyaan terbesar dalam sejarah umat manusia adalah “Kemana saya setelah mati”? Banyak orang memikirkan pertanyaan ini dan belum menemukan jawaban yang pasti. Dalam ketidakpastian itu manusia mencari jawabannya dalam agama, filsafat, sains, bahkan dalam dirinya sendiri. Berharap mereka menemukan jawabannya. Beberapa orang menyerah dalam ketidaktahuan dan beberapa merasa sudah menemukan jawabannya, sekalipun hanya sekedar ikut-ikutan saja karena apa kata agamanya, dan apa kata mayoritas. Tetapi banyak juga orang yang tidak peduli (karena tidak tahu) dengan pertanyaan tersebut, bagi mereka jawaban atas pertanyaan tersebut tidak sepenting mencari “sesuap nasi” atau kelangsungan bisnisnya. Tetapi apakah benar ada jawaban yang pasti atas pertanyaan tersebut? Kalau ada, dimana? 

Kita akan melihat jawaban orang pada umumnya dan jawaban yang benar atas pertanyaan tersebut dan setelah Anda melihatnya, Anda dapat menentukan dimanakah seharusnya posisi Anda.  

  1. Saya tidak tahu.  

Mati kemana? Saya tidak tahu kemana saya setelah mati. Mengapa tidak tahu? Karena tidak ada yang memberitahu dia apa yang seharusnya dia ketahui. Dan bisa jadi orang tersebut tidak mau mencari jawaban atas pertanyaan “Kemana saya setelah mati”? Ketidaktahuan adalah sebuah kejahatan atau dengan kata lain ketidaktahuan adalah dosa. Sama seperti saat seorang yang melanggar lampu lalu lintas karena tidak tahu peraturan yang ada, orang ini akan tetap didenda, alasan ketidaktahuannya tidak dapat diterima karena hal itu sudah seharusnya dia ketahui sebagai warga negara.  

Demikian jugalah halnya dengan jawaban atas pertanyaan “Kemana saya setelah mati”? Jika dia tidak tahu jawaban atas pertanyaan itu, dia akan jatuh pada penghukuman kekal, karena saat dia tidak tahu “kemana setelah mati” maka dia tidak menemukan jawaban yang tepat. Saat dia tidak menemukan jawaban yang tepat, dia pasti akan menemukan jawaban yang salah (saya tidak tahu) yang akan menuntunnya kepada kegelapan.  

Masalah mati kemana, bukan urusan saya (juga merupakan jawaban banyak orang). Tetapi apakah benar demikian? Tentu ini adalah urusan semua orang, karena semua orang pasti akan mati. Saat kematian sudah tersenyum kepada seseorang, sesaat lagi ia mengetahui di mana ia menghabiskan kekekalan, di Neraka atau di Sorga.  

Karena putus asa maka jawaban “itu bukan urusan saya” menjadi jawaban klise yang dikatakan oleh banyak orang. Tetapi jika kita bertanya  apakah benar jawaban atas pertanyaan “Setelah mati kemana”, bukan urusannya? Bukankah dia juga pasti akan mati? Kalau dia  pasti akan mati maka menjawab pertanyaan itu adalah urusannya. Kalau dia masih tidak peduli akan adanya jawaban yang benar ia akan menyesal selama-lamanya dalam kekelaman api Neraka.  

  1. Hanya Tuhan yang tahu.  

Biasanya orang beragama akan menjawab pertanyaan terebut dengan jawaban “Hanya Tuhan yang tahu”. Jawaban ini tidak berbeda dengan jawaban yang pertama “Saya tidak tahu”. Jawaban yang kedua ini hanya “melemparkan” jawaban kepada Tuhan atas ketidaktahuannya. Dan karena dia beragama maka dia berkata seperti itu. Memang terlihat rohani tetapi tetap saja dia tidak tahu jawabannya. Lagi-lagi orang seperti ini bersembunyi dibalik kata-kata rohani yang dia pikir benar. Bukankah seharusnya dia bertanya, mengapa Hanya Tuhan yang tahu? Tidak dapatkah manusia juga tahu (jawaban dari pertanyaan tersebut).  

Perasaan orang beragama akan terasa lega dengan jawaban “hanya Tuhan yang tahu”. Tetapi ini menipu diri sendiri. Ini merupakan tipuan dari agama atau ajaran tertentu agar dia tetap memegang agama tersebut. Jika hanya Tuhan yang tahu maka manusia tidak memiliki kepastian kemana dia setelah meninggal. Jika Ia tidak memiliki kepastian kemana ia setelah  meninggal maka dia sedang berjalan dalam ketidakpastian dan sangat mungkin ketidakpastian itu menuju kesesatan. Kesesatan pasti menuju ke Neraka.  

Tetapi ketidakpastian ini pun akan dianggap sebagai sesuatu yang benar, karena dia dilindungi oleh agama yang dia pegang. Apalagi agama itu diakui oleh negara atau banyak orang yang menjadi penganut agama tersebut. Dia seolah-olah “damai” dalam kerumunan tetapi dia tidak tahu “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Kalau dia tidak menemukan jawaban yang pasti atas pertanyaan tersebut ia akan menghabiskan kekekalan dalam penyesalan dan dalam siksaan api yang tak terkatakan.  

Dapatkah Anda pahami saat seseorang tidak pasti atau ragu-ragu tentang keselamatannya itu disebut rohani? Tentu saja, tidak! Ini namanya “trik menipu diri sendiri”. 

  1. Agama pada umumnya. 

Bagi banyak orang, agama hanya sekedar tempat berlindung. Di mana orang-orang merasa nyaman dengan agamanya, karena ada perlindungan dari negara. Negara menyetujui banyak agama, agama-agama ini sah secara hukum. Karena agama ini sah secara hukum orang berpikir itu dapat menyelamatkannya.  

Ada juga orang yang percaya agamanya berasal dari Tuhan tetapi tidak memberikan kepastian akan keselamatan. Namun, ada juga yang memberikan kepastian tetapi kepastian yang tidak masuk di akal atau tidak sesuai dengan akan sehat dan moralitas pada umumnya. Seperti contoh “mati saat membunuh orang yang beragama lain, pasti akan masuk Sorga”.  

Ada banyak agama yang menjanjikan para pengikutnya pada hal yang tidak pasti. Hal itu dapat diketahui dari jawaban mereka yang tidak pasti seperti “Mudah-mudahan masuk Sorga”, “Jika Allah berkehendak” dan banyak jawaban lainnya dalam ketidakpastian. Orang-orang seperti ini tetap merasa ada tempat perlindungan atas jiwanya setelah mati sekalipun sifatnya hanya “mudah-mudahan saja”.  

Baginya percaya pada agama tertentu yang menjanjikan keselamatan yang sifatnya mudah-mudahan itu sudah cukup. Malang benar orang seperti ini, tidak memiliki kepastian akan keselamatannya. Dia hanya memiliki agama dan bahkan “tuhan” tetapi tidak memiliki keselamatan.  

Saat  orang beragama HANYA karena orang tua, karena masyarakat, karena negara, karena budaya (adat istiadat), karena pertemanan (pergaulan), karena pasangan hidup, karena bisnis, karena diiming-imingi harta dan ada yang karena paksaan dari oknum lain, dsbnya, orang-orang seperti ini sedang berjalan dalam gelap namun berharap tetap dalam jalan yang benar. Ini tidak mungkin. 

  1. Agama Kristen 

Agama Kristen tidak menyelamatkan siapapun. Ada perbedaan antara “Beragama Kristen” karena keharusan dari negara (harus beragama) dengan “Menjadi murid Kristus”. Yang pertama tidak yakin selamat karena agama hanya identitas bernegara saja atau hanya karena itu adalah agama orang tua. Sementara yang kedua tahu bahwa dia sudah selamat, karena dia mengimani bahwa pengorbanan Kristus telah menghapus seluruh dosa-dosanya. 

 Ada gereja yang berkata di luar gerejanya tidak ada keselamatan. Pernyataan seperti ini hanyalah alat mereka untuk tetap mengikat orang pada kesesatan gerejanya, karena disepanjang Alkitab tidak pernah ada konsep “gereja dapat menyelamatkan”. Umumnya gereja seperti ini adalah gereja-gereja mati, gereja yang banyak mengajarkan apa kata bapak-bapak gereja mereka, apa kata tradisi dan adat istiadat, bukan apa kata ke – 66 kitab dalam Alkitab.  

Banyak penganut gereja-gereja seperti ini, yang tidak  yakin mereka selamat. Rohaniawan gereja-gereja ini saja tidak yakin selamat, bagaimana mungkin jemaatnya yakin selamat. Inilah yang disebut “orang buta menuntun orang buta”. Jika orang buta menuntun orang buta maka kedua-duanya pasti akan menuju kebinasaan kekal.  

  1. Tuhan memberitahu, saya bisa ke Sorga. 

Tuhan tidak mungkin membiarkan manusia dalam ketidakpastian. Dia bukan Tuhan yang “jauh di sana” yang tidak pernah masuk ke dalam kehidupan manusia. Dia bukan Tuhan hasil ciptaan manusia yang tidak dapat memperlihatkan diri-Nya. Kalau Tuhan tidak memperlihatkan diri-Nya, lalu bagaimana manusia tahu tentang Tuhan yang  benar? 

Tuhan menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Beribu-ribu tahun yang lampau Dia datang ke dunia. Tuhan yang mulia merendahkan diri-Nya menjadi manusia dan mati di kayu Salib untuk menebus dosa seisi dunia. Alkitab mencatat “Dan  Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan  bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. I Yohanes 2:2”. Tuhan Yesus juga berkata “Akulah jalan  dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Yohanes 14:6” 

Saya tahu saya selamat karena Tuhan berkata “Semua ini kutuliskan kepada kamu, supaya  kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal. I Yohanes 5:13”. Alkitab  juga mencatat “Pada  waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang kita lakukan…Titus 3:5”. Bagi orang yang sudah diselamatkan perbuatan baik adalah bukti bahwa ia sudah selamat BUKAN syarat untuk memproleh keselamatan. 

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Efesus 2:8-9”. Keselamatan itu adalah pemberian dari Tuhan. Saat kita menyadari betapa pendeknya waktu dan panjangnya keabadian, maka hal yang paling penting adalah mengetahui “Saya mati kemana?” dan bahwa tujuan akhirat kita telah terjamin dengan aman, yaitu mengetahui bahwa kita menuju kehidupan di dalam Surga dan bukan di dalam Neraka

(Ranto Vaber Simamora)